Jumat, 26 Februari 2010

pacaran dalam kacamata islam

Pacaran dalam
pandangan Islam
Sebuah fitnah besar menimpa pemuda pemudi
pada zaman sekarang. Mereka terbiasa
melakukan perbuatan yang dianggap wajar
padahal termasuk maksiat di sisi Alloh subhanahu
wa ta ’ala. Perbuatan tersebut adalah “pacaran”,
yaitu hubungan pranikah antara laki-laki dan
perempuan yang bukan mahrom. Biasanya hal ini
dilakukan oleh sesama teman sekelas atau
sesama rekan kerja atau yang lainnya. Sangat
disayangkan, perbuatan keji ini telah menjamur di
masyarakat kita. Apalagi sebagian besar stasiun
televisi banyak menayangkan sinetron tentang
pacaran di sekolah maupun di kantor. Tentu hal
ini sangat merusak moral kaum muslimin. Namun,
anehnya, orang tua merasa bangga kalau anak
perempuannya memiliki seorang pacar yang
sering mengajak kencan. Ada juga yang
melakukan pacaran beralasan untuk ta’aruf
(berkenalan). Padahal perbuatan ini merupakan
dosa dan amat buruk akibatnya. Oleh sebab itu,
mengingat perbuatan haram ini sudah begitu
memasyarakat, kami memandang perlu untuk
membahasnya pada kesempatan ini.
Pacaran dari Sudut Pandang Islam
Pacaran tidak lepas dari tindakan menerjang
larangan larangan Alloh subhanahu wa ta ’ala.
Fitnah ini bermula dari pandang memandang
dengan lawan jenis kemudian timbul rasa cinta di
hati —sebab itu, ada istilah “dari mata turun ke
hati”— kemudian berusaha ingin memilikinya,
entah itu dengan cara kirim SMS atau surat cinta,
telepon, atau yang lainnya. Setelah itu, terjadilah
saling bertemu dan bertatap muka, menyepi, dan
saling bersentuhan sambil mengungkapkan rasa
cinta dan sayang. Semua perbuatan tersebut
dilarang dalam Islam karena merupakan
jembatan dan sarana menuju perbuatan yang
lebih keji, yaitu zina. Bahkan, boleh dikatakan,
perbuatan itu seluruhnya tidak lepas dari zina.
Perhatikanlah sabda Rosululloh shallallahu ’alaihi
wa sallam:
“Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina,
akan diperolehnya hal itu, tidak bisa tidak. Kedua
mata itu berzina, zinanya dengan memandang.
Kedua telinga itu berzina, zinanya dengan
mendengarkan. Lisan itu berzina, zinanya dengan
berbicara. Tangan itu berzina, zinanya dengan
memegang. Kaki itu berzina, zinanya dengan
melangkah. Sementara itu, hati berkeinginan dan
beranganangan sedangkan kemaluan yang
membenarkan itu semua atau mendustakannya. ”
(H.R. Muslim: 2657, alBukhori: 6243)
Al Imam an Nawawi rahimahullah berkata:
“ Makna hadits di atas, pada anak Adam itu
ditetapkan bagiannya dari zina. Di antara mereka
ada yang melakukan zina secara hakiki dengan
memasukkan farji (kemaluan)nya ke dalam farji
yang haram. Ada yang zinanya secara majazi
(kiasan) dengan memandang wanita yang haram,
mendengar perbuatan zina dan perkara yang
mengantarkan kepada zina, atau dengan sentuhan
tangan di mana tangannya meraba wanita yang
bukan mahromnya atau menciumnya, atau
kakinya melangkah untuk menuju ke tempat
berzina, atau melihat zina, atau menyentuh
wanita yang bukan mahromnya, atau melakukan
pembicaraan yang haram dengan wanita yang
bukan mahromnya dan semisalnya, atau ia
memikirkan dalam hatinya. Semuanya ini
termasuk zina secara majazi. ” (Syarah Shohih
Muslim: 16/156157)
Adakah di antara mereka tatkala berpacaran
dapat menjaga pandangan mata mereka dari
melihat yang haram sedangkan memandang
wanita ajnabiyyah (bukan mahrom) atau lak-ilaki
ajnabi (bukan mahrom) termasuk perbuatan yang
diharamkan?!
Ta’aruf Dengan Pacaran, Bolehkah?
Banyak orang awam beranggapan bahwa pacaran
adalah wasilah (sarana) untuk berta ’aruf
(berkenalan). Kata mereka, dengan berpacaran
akan diketahui jati diri kedua ‘calon mempelai’
supaya nanti jika sudah menikah tidak kaget lagi
dengan sikap keduanya dan bisa saling memahami
karakter masing-masing. Demi Alloh, tidaklah
anggapan ini dilontarkan melainkan oleh orang-
orang yang terbawa arus budaya Barat dan
hatinya sudah terjangkiti bisikan setan.
Tidakkah mereka menyadari bahwa yang
namanya pacaran tentu tidak terlepas dari
kholwat (berdua-duaan dengan lawan jenis) dan
ikhtilath (lakilaki dan perempuan bercampur baur
tanpa ada hijab/tabir penghalang)?! Padahal
semua itu telah dilarang dalam Islam.
Perhatikanlah tentang larangan tersebut
sebagaimana tertuang dalam sabda Rosululloh
shallallahu ’alaihi wa sallam:
“Sekalikali tidak boleh seorang laki-laki bersepi-
sepi dengan seorang wanita kecuali wanita itu
bersama mahromnya. ” (H.R. alBukhori: 1862,
Muslim: 1338)
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani rahimahullah
berkata: “Hadits ini menunjukkan bahwa larangan
bercampur baur dengan wanita yang bukan
mahrom adalah ijma ’ (kesepakatan) para
ulama.” (Fathul Bari: 4/100)
Oleh karena itu, kendati telah resmi melamar
seorang wanita, seorang lakilaki tetap harus
menjaga jangan sampai terjadi fitnah. Dengan
diterima pinangannya itu tidak berarti ia bisa
bebas berbicara dan bercanda dengan wanita
yang akan diperistrinya, bebas surat menyurat,
bebas bertelepon, bebas berSMS, bebas chatting,
atau bercakap-cakap apa saja. Wanita tersebut
Adakah Pacaran Islami?
Ada lagi pemudapemudi aktivis organisasi Islam—
yang katanya punya semangat terhadap Islam—
disebabkan dangkalnya ilmu syar’i yang mereka
miliki dan terpengaruh dengan budaya Barat yang
sudah berkembang, mereka memunculkan istilah
“ pacaran islami” dalam pergaulan mereka.
Mereka hendak tampil beda dengan
pacaranpacaran orang awam. Tidak ada saling
sentuhan, tidak ada pegangpegangan.
Masingmasing menjaga diri. Kalaupun saling
berbincang dan bertemu, yang menjadi
pembicaraan hanyalah tentang Islam, tentang
dakwah, saling mengingatkan untuk beramal, dan
berdzikir kepada Alloh q serta mengingatkan
tentang akhirat, surga, dan neraka. Begitulah
katanya!
Ketahuilah, pacaran yang diembelembeli Islam
ala mereka tak ubahnya omong kosong belaka.
Itu hanyalah makar iblis untuk menjerumuskan
orang ke dalam neraka. Adakah mereka dapat
menjaga pandangan mata dari melihat yang
haram sedangkan memandang wanita ajnabiyyah
atau lakilaki ajnabi termasuk perbuatan yang
diharamkan?! Camkanlah firman Alloh
“Katakanlah (wahai Muhammad) kepada lakilaki
yang beriman: “Hendaklah mereka menahan
sebagian pandangan mata mereka dan
memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu
lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Alloh Maha
Mengetahui apa yang mereka perbuat. ” Dan
katakanlah kepada wanitawanita yang beriman:
“ Hendaklah mereka menahan sebagian
pandangan mata mereka dan memelihara
kemaluan mereka ” …. (Q.S. anNur [24]: 3031)
Tidak tahukah mereka bahwa wanita merupakan
fitnah yang terbesar bagi laki-laki? Rosululloh
shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah
aku tinggalkan sepeninggalku fitnah yang lebih
berbahaya bagi laki-laki daripada fitnahnya
wanita. ” (H.R. al-Bukhori: 5096)
Segeralah Menikah Bila Sudah Mampu
Para pemuda yang sudah berkemampuan lahir
dan batin diperintahkan agar segera menikah.
Inilah solusi terbaik yang diberikan Islam karena
dengan menikah seseorang akan terjaga jiwa dan
agamanya. Akan tetapi, jika memang belum
mampu maka hendaklah berpuasa, bukan
berpacaran. Rosululloh shallallahu’alaihi wa
sallam bersabda: “Wahai generasi muda, barang
siapa di antara kalian telah mampu menikah
maka segeralah menikah karena sesungguhnya
menikah itu lebih menjaga kemaluan dan
memelihara pandangan mata. Barang siapa yang
belum mampu maka hendaklah berpuasa karena
puasa menjadi benteng (dari gejolak birahi)
.” (H.R. al-Bukhori: 5066)
Al-Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan:
“ Yang dimaksud mampu menikah adalah mampu
berkumpul dengan istri dan memiliki bekal untuk
menikah. ” (Fathul Bari: 9/136)
Dengan menikah segala kebaikan akan datang.
Itulah pernyataan dari Alloh subhanahu wa ta ’ala
yang tertuang dalam Q.S. ar-Rum [30]: 21. Islam
menjadikan pernikahan sebagai satu-satunya
tempat pelepasan hajat birahi manusia terhadap
lawan jenisnya. Lebih dari itu, pernikahan sanggup
memberikan jaminan dari ancaman kehancuran
moral dan sosial. Itulah sebabnya Islam selalu
mendorong dan memberikan berbagai kemudahan
bagi manusia untuk segera melaksanakan
kewajiban suci itu.
Nasihat
Janganlah ikut-ikutan budaya Barat yang sedang
marak ini. Sebagai orang tua, jangan biarkan
putra-putrimu terjerembab dalam fitnah pacaran
ini. Jangan biarkan mereka keluar rumah dalam
keadaan membuka aurat, tidak memakai jilbab[1]
atau malah memakai baju ketat yang membuat
pria terfitnah dengan penampilannya.
Perhatikanlah firman Alloh subhanahu wa ta’ala:
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-
anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin:
“ Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu
mereka tidak diganggu. Dan Alloh adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. alAhzab
[33]: 59)
Wallohu A’lam.

Tidak ada komentar: