Sejarah bukan peristiwa-
peristiwa kebetulan, yang
tidak dapat difahami hujung
pangkal sebab dan akibatnya.
Sesuatu peristiwa sejarah
tidak terjadi secara
sewenang-wenang, tetapi
berlaku menurut aturan tetap
ketuhanan, aturan Ilahi yang
terjelma dalam hukum sebab
akibat. Itulah yang dinamakan
sunnatullah, undang-undang
Tuhan yang tidak berubah.
Apabila segala faktor telah
terkumpul, maka berlakulah
kehendak Allah. Memang
perilaku manusia sendiri
merupakan faktor utama
terjadinya peristiwa sejarah,
bagaimanapun penentunya
bukanlah faktor-faktor itu
sendiri. Penentu yang mutlak
adalah kehendak Allah.
Kerana itulah apabila al-
Qur’an memaparkan sesuatu
peristiwa sejarah yang
ditonjolkan adalah kehadiran
Allah, kudrat dan iradat-Nya.
Al-Qur ’an adalah sumber
petunjuk bagi manusia.
Petunjuk-petunjuk Ilahi itu
disampaikan dengan pelbagai
cara. Sebahagiannya dengan
secara langsung berbentuk
perintah dan larangan. Tetapi
tidak sedikit pula yang
disampaikan secara tidak
langsung. Misalnya menerusi
kisah dan sejarah. Ini bererti
fungsi kisah dan sejarah
dalam al-Qur ’an bukan untuk
lipur lara atau sekadar untuk
diketahui (knowledge for the
sake of knowledge), tetapi
untuk menyampaikan mesej
petunjuk. Al-Qur ’an banyak
sekali membawakan ayat-
ayat yang mengajak
khalayaknya merenung
untung nasib umat terdahulu
sambil menilai diri dengan
keinsafan bahawa nasib yang
sama dapat menimpa siapa
saja yang memiliki ciri dan
faktor yang sama.
Kerelevanan al-Qur ’an adalah
universal dan abadi. Dengan
demikian petunjuk-petunjuk
dari kisah dan sejarah dalam
al-Qur ’an senantiasa relevan
kapanpun dan di manapun.
Memang tabiat manusia tetap
sama, tidak berubah di
sepanjang zaman.
Demikianlah misalnya
kedurjanaan dan petualangan
manusia apabila merasa
kecukupan, merasa serba
mampu kerana memiliki
kekayaan dan kekuasaan.
Watak-watak dalam al-Qur’an
seperti Namrud, Fir’aun,
Qarun dan lain-lainnya,
sebagai individu memang
semuanya merupakan watak-
watak masa lalu yang sudah
ribuan tahun menghilang dari
pentas sejarah. Tetapi watak-
watak manusia yang mirip
atau persis seperti mereka
akan sentiasa bermunculan di
sepanjang zaman. Dengan
ungkapan lain, fenomena
sosial-budaya kenamrudan,
kefir’aunan dan keqarunan
mungkin timbul dari masa ke
semasa dengan berbagai
bentuk dan variasi. Kisah al-
Qur ’an juga merupakan
sebaik-baik kisah
sebagaimana disebutkan
dalam firman Allah ta ’ala,
“Kami menceritakan
kepadamu kisah yang paling
baik dengan mewahyukan al-
Qur ’an ini
kepadamu.” (QS.Yusuf/12:3).
Hal ini, kerana ia mencakup
tingkatan kesempurnaan
paling tinggi dalam capaian
balaghah dan keagungan
maknanya. Kisah al-Qur ’an
juga merupakan kisah paling
bermanfa ’at sebagaimana
disebutkan dalam firman-Nya,
“ Sesungguhnya pada kisah-
kisah mereka itu terdapat
pengajaran bagi orang-orang
yang mempunyai
akal. ” (QS.Yusuf/12:111). Hal
ini, kerana pengaruhnya
terhadap perbaikan hati,
perbuatan dan akhlaq amat
kuat. Kisah al-Qur ’an terbagi
menjadi 3 jenis: 1. Kisah
mengenai para nabi dan Rasul
serta hal-hal yang terjadi
antara mereka dan orang-
orang yang beriman dan
orang-orang kafir. 2. Kisah
mengenai individu-individu
dan golongan-golongan
tertentu yang mengandungi
pelajaran. Kerananya, Allah
mengisahkan mereka seperti
kisah Maryam, Luqman,
orang yang melewati suatu
negeri yang (temboknya)
telah roboh menutupi atapnya
(seperti tertera dalam surat
al-Baqarah/2:259),
Dzulqarnain, Qarun, Ash-
habul Kahf, Ash-habul Fiil,
Ash-habul Ukhdud dan lain
sebagainya. 3. Kisah
mengenai kejadian-kejadian
dan kaum-kaum pada masa
Nabi Muhammad saw seperti
kisah perang Badar, Uhud,
Ahzab (Khandaq), Bani
Quraizhah, Bani an-Nadhir,
Zaid bin Haritsah, Abu Lahab
dan sebagainya. Banyak
sekali hikmah yang dapat
dipetik dari kisah-kisah yang
terdapat dalam Al-Quran, di
antaranya, adalah : a.
Penjelasan mengenai hikmah
Allah ta ’ala dalam kandungan
kisah-kisah tersebut,
sebagaimana firman-Nya,
“ Dan sesungguhnya telah
datang kepada mereka
beberapa kisah yang di
dalamnya terdapat cegahan
(dari kekafiran). Itulah suatu
hikmat yang sempurna, maka
peringatan-peringatan itu
tiada berguna (bagi mereka)
. ” (al-Qamar/54:4-5) b.
Penjelasan keadilan Allah
ta ’ala melalui hukuman-Nya
terhadap orang-orang yang
mendustakan-Nya. Dalam hal
ini, firman-Nya mengenai
orang-orang yang
mendustakan itu, “Dan Kami
tidaklah menganiaya mereka
tetapi merekalah yang
menganiaya diri mereka
sendiri, kerana itu tiadalah
bermanfa ’at sedikitpun
kepada mereka sembahan-
sembahan yang mereka seru
selain Allah, di waktu azab
Tuhanmu datang. Dan
sembahan-sembahan itu
tidaklah menambah kepada
mereka kecuali
kebinasaan. ” (QS. hud/11:101)
c. Penjelasan mengenai
karunia-Nya berupa
diberikannya pahala kepada
orang-orang beriman. Hal ini
sebagaimana firman-Nya,
“ Kecuali keluarga Luth.
Mereka Kami selamatkan di
waktu sebelum fajar
menyingsing. ” (QS. Al-
qamar/54:34) d. Hiburan bagi
Nabi saw atas sikap yang
dilakukan orang-orang yang
mendustakannya. Hal ini
sebagaimana firman-Nya,
“ Dan jika mereka
mendustakan kamu, maka
sesungguhnya orang-orang
yang sebelum mereka telah
mendustakan (rasul-rasulnya)
; kepada mereka telah
datang rasul-rasulnya dengan
membawa mukjizat yang
nyata, zabur dan kitab yang
memberi penjelasan yang
sempurna. Kemudian Aku
azab orang-orang yang kafir;
maka (lihatlah) bagaimana
(hebatnya) akibat
kemurkaan-
Ku. ” (QS.fathir/35:25-26) e.
Cadangan bagi kaum
Muslimin dalam hal keimanan
di mana dituntut agar tegar
menghadapinya bahkan
menambah frekuensinya
sebab mereka mengetahui
bagaimana kaum Mukminin
terdahulu selamat dan
bagaimana mereka menang
saat diperintahkan berjihad.
Hal ini sebagaimana firman
Allah ta ’ala, “Maka Kami
telah memperkenankan
doanya dari
menyelamatkannya daripada
kedukaan. Dan demikian
itulah Kami selamatkan
orang-orang yang
beriman.” (QS.al-
Anbiya’/21:88) Dan firman-
Nya yang lain, “Dan
sesungguhnya Kami telah
mengutus sebelum kamu
beberapa orang rasul kepada
kaumnya, mereka datang
kepadanya dengan membawa
keterangan-keterangan (yang
cukup), lalu Kami melakukan
pembalasan terhadap orang-
orang yang berdosa. Dan
Kami berkewajiban menolong
orang-orang yang
beriman. ” (QS.ar-Rum/30:47)
f. Peringatan kepada orang-
orang kafir akan akibat terus
menerusnya mereka dalam
kekufuran. Hal ini
sebagaimana firman-Nya,
“ Maka apakah mereka tidak
mengadakan perjalanan di
muka bumi sehingga mereka
dapat memerhatikan
bagaimana kesudahan orang-
orang yang sebelum mereka;
Allah telah menimpakan
kebinasaan atas mereka dan
orang-orang kafir akan
menerima (akibat-akibat)
seperti
itu. ” (QS.muhammad/47:10) g.
Menetapkan risalah Nabi
Muhammad shallallaahu
‘ alaihi wasallam, sebab
berita-berita tentang umat-
umat terdahulu tidak ada
yang mengetahuinya selain
Allah ta ’ala. Hal ini
sebagaimana firman-Nya, “Itu
adalah di antara berita-berita
penting tentang ghaib yang
Kami wahyukan kepadamu
(Muhammad); tidak pernah
kamu mengetahuinya dan
tidak (pula) kaummu sebelum
ini.” (QS.Hud/11:49) Dan
firman-Nya, “”Belumkah
sampai kepadamu berita
orang-orang sebelum kamu
(iaitu) kaum Nuh, ‘Ad,
Tsamud dan orang-orang
sesudah mereka. Tidak ada
yang mengetahui mereka
selain Allah. ” (Ibrahim/14:9)
Diantara kisah-kisah Al-Quran
yang dapat dijadikan
pelajaran dalam menelaah
adalah kisah yang terdapat
pada Surah Al-Baqarah : 251,
252, 258 dan Suarah An-Nisa :
171 yang akan dipaparkan di
bawah ini. KISAH THALUT
DAN JAALUT (Surah Al-
Baqarah : 251-252) “ Mereka
(tentara Thalut) mengalahkan
tentara Jalut dengan izin
Allah dan (dalam peperangan
itu) Daud membunuh Jalut,
kemudian Allah memberikan
kepadanya (Daud)
pemerintahan dan hikmah
(sesudah meninggalnya
Thalut) dan mengajarkan
kepadanya apa yang
dikehendaki-Nya. Seandainya
Allah tidak menolak
(keganasan) sebahagian umat
manusia dengan sebagian
yang lain, pasti rusaklah bumi
ini. Tetapi Allah mempunyai
karunia (yang dicurahkan)
atas semesta alam ”. “ Itu
adalah ayat-ayat dari Allah,
Kami bacakan kepadamu
dengan hak (benar) dan
sesungguhnya kamu benar-
benar salah seorang di antara
nabi-nabi yang diutus ”. Ketika
orang-orang beriman
(golongan Thalut) dengan
jumlah yang minim,
menghadapai musuh mereka
(golongan Jalut) dengan
jumlah yang sangat banyak,
meminta bantuan kepada
Allah swt agar diberikan
kesabaran dan kettapan hati
dalam menghadapai musuh
serta menjauhkan mereka
dari kelemahan dan rasa
takut maupun kabur dari
medan pertempuran serta
memohon bantuan agar
diselamatkan dari orang-
orang kafir, maka Allah
memberikan bantuan dan
Nabi Daud berhasil
membunuh Jalut. Dalam
sebuah cerita Israiliyyat
(mengada-ada) dikisahkan
bahwa Daud membunuh Jalut
dengan melemparkan
tombak. Talut telah
menjanjikan Daud jika
berhasil membunuh Jalut
maka Talut akan menikahkan
anaknya dengan Daud,
mendapatkan bagian atau
peran dalam segala urusan
pemerintahan. Sehingga “Wa
Ataahullahul mulka” Allah
memberikan Daud kekuasaan
yang ada pada Talut serta
“ Alhikmata” atau kenabian
setelah Samuel. Ayat-ayat Al
Qur ’an memberi gambaran
kepada kita tentang kondisi
Bani Israel dalam satu masa
kehidupannya di tanah suci
Palestina. Dimana saat itu
mereka berada dalam masa-
masa yang kelam; teraniaya
dan menjadi tujuan
penyerangan musuh-
musuhnya. Sialnya, musuh-
musuh mereka dapat mencuri
“ Tâbut” yang di dalamnya
Allah telah memberikan
perasaan tenang kepada
mereka. Tabut itu merupakan
satu-satunya peninggalan dari
keluarga Musa dan keluarga
Harun As. Bani Israel
sepenuhnya merasakan
kehinaan dan penderitaan ini.
Semua orang menderita, tak
terkecuali para pemimpin
mereka. Maka dalam diri
mereka timbul niat untuk
merubah keadaan ini, mereka
memimpikan kemenangan.
Mereka sudah bosan menjadi
bangsa yang ditindas. Dalam
pandangan mereka hanya ada
satu jalan untuk meraih itu;
perang sampai titik darah
penghabisan. Dari itu para
pemimpin Bani Israel
mendatangi Nabi mereka,
mereka meminta dipilihkan
seseorang diantara Bani
Israel menjadi pemimpin
perang, mampu memberikan
kemenangan kepada mereka
dan mengalahkan musuh-
musuh Bani Israel. Nabi
mereka mengetahui ciri dari
tabiat Bani Israel. Jika mereka
diperintahkan untuk
berperang, niscaya sebagian
besar dari mereka tidak akan
mau pergi ke medan perang.
Nabi mereka menjawab:
“mungkin saja jika kalian
diwajibkan berperang, kalian
tidak akan melakukannya ?”
perhatikan dialog yang
dikatakan Nabi mereka, Al
Qur ’an mengisyaratkan
pemahaman Nabi mereka
kepada sifat-sifat dasar yang
ada dalam diri Bani Israel.
Bani Israil menyanggah
perkataan Nabi itu, lalu
mereka berusaha meyakinkan
bahwa mereka tidak akan lari
dari medan perang jika
perintah untuk berperang
datang. Dan mereka memberi
alasan bahwa yang
menjadikan Bani Israel
enggan berperang selama ini
karena tidak adanya orang
yang memimpin mereka.
Alasannya lainnya yang
mereka sampaikan kepada
Nabinya, bahwa mereka
sudah tidak kuat lagi
menerima kondisi tertekan
dan kekalahan yang selama
ini mereka alami. Oleh
karena itu mereka tidak
mungkin lari dari
peperangan. Ketika
mendengar penjelasan dan
alasan yang logis dari
umatnya, Nabi mereka
segera berdoa kepada Allah
untuk mengabulkan
permohonan mereka. Allah
mengabulkan keinginan Bani
Israel, Ia mewahyukan
kepada Nabi itu bahwa
pemimpin yang mereka
inginkan itu adalah Thâlut.
Dialah pemimpin yang Allah
pilih untuk menuju
kemenangan yang diimpikan
Bani Israel. Tetapi apa yang
terjadi? Bani Israel menolak
Thâlut sebagai pemimpin
mereka. Mereka
menginginkan seorang
pemimpin dari kalangan
bangsawan Bani Israel seperti
tradisi yang ada selama ini.
Bukan Thalut yang hanya
seorang rakyat miskin, dan
tidak memiliki harta benda
yang setara dengan para
bangsawan. “Bagaimana
mungkin ia menjadi raja kami,
sementara kami lebih berhak
untuk menjadi raja. Ia tidak
punya harta benda yang
banyak !” begitulah ucapan
yang keluar dari Bani Israel.
Nabi mereka cukup terkejut
dengan pernyataan itu,
padahal mereka tidak
meminta raja dari keturunan
bangsawan. Maka dengan
sabar Nabi menjelaskan
kepribadian yang ada dalam
diri Thalut. Bahwa ia adalah
seseorang yang berhak
menjadi raja yang layak bagi
mereka dalam timbangan
Tuhan, itu memang
dibutuhkan rasa keimanan
untuk menerimanya. Allah
memilihnya diantara Bani
Israel disebabkan Thalut
memilili kelebihan yang
menonjol dari ilmu
pengetahuan dan kekuatan
fisik yang memadai untuk
menjadi panglima perang.
Lalu apa yang menjadikan
kalian (Bani Israel)
menolaknya? Sesungguhnya
Allah memberikan kekuasan
kepada siapa yang
dikehendakinya. Dengan
penjelasan ini, Nabi mereka
ingin mengalahkan logika
yang ada dalam jiwa Bani
Israel. Oleh karena itu ia
jelaskan kelebihan-kelebihan
yang ada dalam diri Thalut
dan terpilihnya Thalut atas
kehendak Allah semata.
Kemudian untuk menguatkan
kata-katanya, Nabi mereka
berkata, “sesungguhnya
tanda-tanda ia akan menjadi
raja bagi kalian adalah
kembalinya Tabut kepada
kalian yang dibawa oleh
seorang malaikat. ” Tabut
yang telah hilang dicuri oleh
musuh Bani Israel akan
kembali kepada mereka.
Tanpa ada peperangan
dengan musuh-musuh Bani
Israel. Allah telah mengutus
seorang malaikat untuk
mengambil Tabut itu dan
membawanya kepada
mereka. Ini merupakan bukti
dan petunjuk bahwa Allah
dan para malaikat meridhai
Thalut sebagai pemimpin
mereka. Janji yang diucapkan
Nabi mereka benar adanya,
tak lama kemudian seorang
malaikat datang kepada
mereka. Akhirnya Thalut
menjadi raja Bani Israel dan
memerintahkan mereka
untuk bersiap-siap berperang.
Di tengah perjalanan menuju
medan perang, Thalut yang
kini menjadi pemimpin
mereka memberi pesan
bahwa Allah akan menguji
mereka dengan sebuah
sungai. “Ketika melewati
sungai itu, jangan ada yang
meminum airnya. Barang
siapa meminumnya berarti ia
bukan seorang prajurit yang
patuh dan ia bukan dari
golonganku. Dan barang
siapa taat atas perintah
Allah, maka ia akan tetap
bersamaku. ” Thalut hanya
membolehkan meminumnya
seteguk saja dan diambil dari
tangan. Sekedar
menghilangkan rasa haus dan
membahasi bibir yang kering.
Tetapi ketika mereka sampai
ke tepi sungai, kebanyakan
dari mereka melanggar
perintah Thalut. Kecuali
sedikit saja yang tetap setia
kepada Thalut. Thalut
mengambil inisiatif untuk
meninggalkan mereka yang
melanggar perintahnya, dan
mengajak pasukannya yang
sedikit untuk bergegas ke
medan perang. Saat tiba di
medan perang, tentaranya
yang sedikit itu merasa ngeri
dan takut untuk melawan
musuh-musuh mereka yang
berjumlah besar. Pasukan
musuh yang berjumlah besar
itu berada di bawah
kepemimpinan Jalut (Goliat).
Pasukan Bani Israel berkata
kepada Thalut: “Hari ini kami
tidak ada kekuatan untuk
melawan Jalut dan
pasukannya. Dan kami tidak
berani untuk berperang
melawan mereka !” lalu
mereka pun pergi
meninggalkan medan perang.
Tinggallah di sana Thalut dan
beberapa orang saja dari
tentaranya. Mereka yang
tetap itu adalah orang-orang
yang meyakini akan bertemu
Allah, mengharap surga dan
segala kenikmatannya.
Melihat kondisi seperti itu,
Thalut memberikan kata-kata
yang memberi ketentraman
kepada pasukannya: “Berapa
banyak kelompok kecil
sanggup mengalahkan
kelompok yang lebih besar
atas izin Allah! Dan Allah
bersama orang-orang yang
sabar. ” Saat memasuki
peperangan Thalut berdoa
kepada Allah dengan khusyu:
“ Wahai Tuhanku karuniakan
kepada kami kesabaran,
tetapkanlah pendirian kami
dan tolonglah kami dari
orang-orang kafir. ” Allah pun
berkenan memberikan
pertolonganNya, Thalut dan
pasukannya mendapat
kemenangan. Diantara
“ orang-orang sabar” yang
tetap bersama Thalut adalah
Nabi Daud As. Saat itu ia
belum diangkat menjadi Nabi
dan belum menjadi raja. Ia
diangkat menjadi Nabi dan
menjadi raja Bani Israel
setelah peperangan ini.
Dengan gagah berani ia maju
kebarisan dimana Jalut
berada dan kemudian
membunuhnya. Dan setelah
perang ini Daud diangkat
menjadi raja Bani Israel dan
dikaruniai ilmu yang banyak.
Pasukan Thalut kembali ke
negeri Palestina dengan
kemenangan. Tetapi
kemengan ini tercoreng oleh
ulah sebagian pasukan Bani
Israel, yaitu melanggar
perintah Thalut dan lari dari
medan perang. KISAH NABI
IBRAHIM DAN RAJA NAMRUD
(Surah Al-Baqarah : 258)
”Apakah kamu tidak
memperhatikan orang yang
mendebat Ibrahim tentang
Tuhannya (Allah) karena
Allah telah memberikan
kepada orang itu
pemerintahan (kekuasaan).
Ketika Ibrahim mengatakan:
“ Tuhanku ialah Yang
menghidupkan dan
mematikan, ” orang itu
berkata: “Saya dapat
menghidupkan dan
mematikan. ” Ibrahim
berkata: “Sesungguhnya Allah
menerbitkan matahari dari
timur, maka terbitkanlah dia
dari barat, ” lalu terdiamlah
orang kafir itu; dan Allah
tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang
zalim ”. Orang yang berdebat
dengan Nabi Ibrahim adalah
Raja Babel yaitu Namrud bin
kan ’an bin kuwsy bin sam bin
Nuh, dan ada juga yang
berpendapat bahwa yang
berdebat dengan Nabi
Ibrahim adalah Namrud bin
Abar bin syalikh bin
arfakhsyaz bin sam bin Nuh,
pendapat yang pertama
adalah pendapat Mujahid
dengan alas an bahwa
penguasa dunia di timur dan
barat empat orang, dua
diantaranya Mukmin dan dua
lainnya kafir. Dua yang
mukmin adalah Sulaiman bin
Daud dan Zulqarnain, dan
yang kafir adalah Namrud
dan Bakhtansar. Al-Qur ’an
memberikan misal tentang
Namrud sebagai raja yang
sezaman dengan Nabi Ibrahim
(a.s.). Kerana terlalu lama
berkuasa ia menjadi lupa diri.
Nafsu besarnya menyebabkan
ia tidak puas sekadar menjadi
raja. Ia mau menjadi tuhan,
lalu meminta rakyat
mengakui dan
menyembahnya sebagai tuhan
mereka. Rasa serba mampu
telah mendorongnya berlagak
bagai tuhan. Tanpa malu-
malu Namrud mengaku
mampu melakukan sesuatu
(menghidup dan mematikan)
yang pada hakikatnya hanya
Tuhan yang mampu
melakukannya. Dalam
dialognya dengan Namrud,
Nabi Ibrahim (a.s.)
mengatakan bahawa Tuhanya
adalah Tuhan Yang Maha
Berkuasa menghidupkan dan
mematikan. Namrud yang
ingin menjadi tuhan merasa
perlu memiliki ciri ketuhanan
yang sama. Nafsu ingin
menandingi Tuhan Ibrahim
(a.s.) itulah yang
mendorongnya berkata, “aku
juga mampu menghidupkan
dan mematikan ” (ana uhyi wa
umit). Untuk
membuktikannya ia
menghadirkan dua orang
narapidana yang telah
dijatuhi hukuman mati, yang
seorang dibebaskan,
manakala yang seorang lagi
diperintahkan menjalani
hukuman (mati). Itulah yang
ia tahu tentang arti
menghidupkan dan
mematikan. Ia mengira
bahwa ia sudah menang, ia
berkhayal menjadi “tuhan”.
Pada hakikatnya yang terlihat
dari cara berhujah
(berargumentasi) dan
pembuktian sedemikian itu
bukan kuasa “ketuhanan”nya
tetapi kuasa
“ kediktatoran”nya berbuat
semaunya, bertindak atas
seseorang sesuka hati untuk
kepentingan diri. Mungkin
kerana merasa tidak ada
gunanya berdebat tentang
arti yang benar
“menghidupkan dan
mematikan” dengan orang
tolol, maka Nabi Ibrahim
mengubah cara berhujahnya
dengan mengatakan,
“ Tuhanku menerbitkan
matahari dari sebelah timur,
coba anda terbitkannya dari
sebelah barat ” (al-Baqarah:
358). Kali ini Namrud tidak
dapat menjawab, ia
kebingungan bercampur
marah. Selama ini tidak ada
seorang pun berani berkutik
di hadapannya sekarang ia
dibantah dan Namrud terjerat
dalam kesombongan dan
ketololannya sendiri. KISAH
NABI ISA DAN KAUMNYA
(Surah An-Nisaa : 171) “
Wahai Ahli Kitab, janganlah
kamu melampaui batas dalam
agamamu, dan janganlah
kamu mengatakan terhadap
Allah kecuali yang benar.
Sesungguhnya Al Masih, ‘Isa
putera Maryam itu, adalah
utusan Allah dan (yang
diciptakan dengan) kalimat-
Nya yang disampaikan-Nya
kepada Maryam, dan (dengan
tiupan) roh dari-Nya. Maka
berimanlah kamu kepada
Allah dan rasul-rasul-Nya dan
janganlah kamu
mengatakan : “(Tuhan itu)
tiga”, berhentilah (dari
ucapan itu). (Itu) lebih baik
bagimu. Sesungguhnya Allah
Tuhan Yang Maha Esa, Maha
Suci Allah dari mempunyai
anak, segala yang di langit
dan di bumi adalah
kepunyaan-Nya. Cukuplah
Allah menjadi Pemelihara ”.
Larangan Allah terhadap
Ahlul kitab untuk berlebih-
lebihan dalam masalah Isa
putrid Mryam dengan
memberikan tempat yang
lebih tinggi dari yang telah
diberikan Allah yaitu
mentuhankannnya. Isa adalah
keturunan Daud dan
Sulaiman. Dialah rasul dari
kalangan Bani Israel yang
pengaruhnya menyebar
hingga di luar kalangan
Yahudi. Tahun kelahirannya
hingga kini dijadikan dasar
perhitungan kalender Masehi.
Adapun tanggal kelahirannya
tidak pernah dinyatakan
secara jelas. Yang pasti
bukan tanggal 25 Desember
yang sekarang diperingati
sebagai Hari Natal, karena
penentuan tanggal itu lebih
dikaitkan dengan mitologi
serta perhitungan astronomi
menyangkut perubahan posisi
bumi terhadap matahari.
Kisah Isa diawali dari
peristiwa kedatangan
malaikat menemui Maryam
yang tinggal di kamarnya di
Baitul Maqdis. Maryam
menyangka malaikat itu
adalah laki-laki yang hendak
menggodanya. Tapi sang
malaikat menyatakan dirinya
hanya diutus Allah untuk
menyampaikan kabar bahwa
Maryam akan punya putra.
Sebuah kabar yang sempat
tak dipercayai Maryam
karena dirinya seorang
perempuan baik-baik dan tak
pernah berhubungan dengan
laki-laki. Atas kehendak
Allah, Maryam pun hamil.
Baru menjelang abad 21, ilmu
pengetahuan dapat
menjelaskan bahwa secara
teoritis manusia dapat
mempunyai anak tanpa harus
ada pertemuan antara
sperma dengan sel telur,
yakni dengan teknik kloning.
Sekarang pun ilmu
pengetahuan belum mampu
menyingkap sepenuhnya
fenomena kehamilan Maryam
tersebut. Pada masa itu,
kehamilan Maryam
merupakan kontroversi besar.
Dengan menanggung beban
hujatan masyarakatnya,
Maryam meninggalkan Baitul
Maqdis. Kalangan Nasrani
meyakini Maryam melahirkan
Isa di tempat pengasingannya
di Baitullahim (Betlehem).
Quran hanya menjelaskan
saat Maryam berlindung di
bawah pohon korma. Allah
memerintahkan Maryam
untuk menjejakkan kaki untuk
memperoleh air minum, serta
menggoyang pohon itu untuk
mendapatkan makanan.
Kelahiran Isa mengundang
tudingan keras pada Maryam.
Mereka menganggap Maryam
telah mencemarkan nama
baik keluarganya karena
mempunyai anak tanpa
suami. Sekali lagi mukjizat
terjadi. Isa yang masih bayi
tiba-tiba berbicara
menjelaskan mukjizat Allah
tersebut. Isa juga
memperlihatkan sejumlah
mukjizat lagi ketika dewasa.
Diantaranya adalah ketika ia
membentuk seekor burung
dari tanah liat dan burung itu
tiba-tiba hidup. Ia -atas izin
Allah-menghidupkan orang
mati, menyembuhkan
kebutaan seseorang yang
dideritanya sejak lahir, serta
mendatangkan makanan yang
semula tak ada. Dengan
berbagai mukjizat itu, Isa
segera memperoleh pengikut
yang banyak. Hal demikian
mencemaskan kaum elit di
wilayah Palestina tersebut,
baik terhadap Romawi yang
berkuasa maupun kalangan
pendeta Yahudi. Militer saat
itu segera memburu Isa
dengan bantuan Yudas,
seorang pengikut Isa yang
berkhianat. Rumah
persembunyian Isa diketahui.
Isa pun digrebek. Di sinilah
perbedaan pendapat
kalangan Nasrani dan Islam
mulai terjadi. Kalangan
Nasrani meyakini Isa
tertangkap dan dihukum
salib. Penyaliban itu dianggap
sebagai simbol pengorbanan
Isa demi menebus dosa umat
manusia. Sedangkan Quran
menjelaskan bahwa yang
ditangkap dan kemudian
disalib bukanlah Isa
melainkan orang yang
wajahnya serupa Isa. Banyak
kalangan menunjuk ucapan
orang yang hendak dihukum
salib “Eli, Eli lama sabakhtani
(Tuhan….. ) sebagai bukti
bahwa yang disalib tersebut
bukanlah Isa. Mereka bahkan
meyakini yang tersalib adalah
Yudas. Tentang keberadaan
Isa kemudian, para ahli tafsir
meyakini bahwa Isa “diangkat
Allah” ke akhirat. Sedangkan
Jamaah Ahmadiyah
berpendapat bahwa Isa lolos
dari kepungan tersebut, lalu
menyamar sebagai orang
biasa, dan wafat secara
wajar. KESIMPULAN Dari
uraian di atas, dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Al-Qur ’an adalah sumber
petunjuk bagi manusia.
Petunjuk-petunjuk Ilahi itu
disampaikan dengan pelbagai
cara. Ada yang secara
langsung berbentuk perintah
dan larangan. Dan sebagaian
besar pula yang disampaikan
secara tidak langsung.
Misalnya menerusi kisah dan
sejarah. 2. Kisah mengenai
individu-individu dan
golongan-golongan tertentu
yang mengandung pelajaran.
Yang dengannya, Allah
mengisahkan mereka seperti
kisah Maryam, Luqman,
orang yang melewati suatu
negeri yang (temboknya)
telah roboh menutupi atapnya
(seperti tertera dalam surat
al-Baqarah/2:259),
Dzulqarnain, Qarun, Ash-
habul Kahf, Ash-habul Fiil,
Ash-habul Ukhdud dan lain
sebagainya. 3. Dengan
menelaah kisah-kisah yang
tertera dalam Al-Quran maka
akan semakin meningkatkan
frekwensi ketakwaan kepada
Allah akan kebenaran janji-
janji Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar